Presiden Jokowi Dimusuhi Tiga Negara
TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintah
telah mengeksekusi enam terpidana mati kasus narkotik . Jaksa Agung
H.M. Prasetyo mengatakan, kali ini pemerintah ingin transparan soal
eksekusi mati. "Kami tidak lagi sembunyi-sembunyi agar semua pihak tahu
kami tidak main-main," ujar Prasetyo di Kejaksaan Agung, Ahad, 18
Januari 2015.
Keenam
terpidana yang dieksekusi pada Ahad dinihari itu adalah Marco Archer
Cardoso (Brasil), Ang Kiem Soei alias Tommy Wijaya (Belanda), Rani
Andriani alias Melisa Aprilia (Cianjur, Jawa Barat), Namaona Denis
(Malawi), Daniel Enemuo (Nigeria), dan Tran Thi Bich Hanh (Vietnam)
(Baca: Heboh Eksekusi-Mati Prasetyo Kami Tak Main-main).
Kejaksaan juga
berjanji akan melakukan eksekusi gelombang kedua. Eksekusi lanjutan
ini kemungkinan terdiri dari lima terpidana mati dari berbagai
kewarganegaraan. Mereka adalah Syofial alias Iyen bin Azwar (Indonesia),
Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina), Myuran Sukumaran alias Mark
(Australia), Sargawi alias Ali bin Sanusi (Indonesia), dan Serge Areski
Atlaoui ( Prancis).
“Polri,
Kejaksaan Agung, dan instansi lain harus menegakkan hukum betul dengan
tegas, termasuk narkoba," ujar Presiden Jokowi pada Desember lalu.
"Kalau mereka minta pengampunan, tak ada pengampunan." (Baca: Jokowi: Tak Ada Ampun buat Terpidana Mati Narkoba)
Sikap Jokowi
itu menuai protes keras dan permusuhan dari negara-negara asal
terpidana yang telah atau akan dieksekusi mati, yakni Brasil, Belanda,
dan Australia. Berikut reaksi negara-negara itu:
1. Presiden Brasil Marah
Presiden
Brasil Dilma Rousseff marah dan kecewa karena warganya, Marco Archer
Cardoso, dieksekusi mati. "Eksekusi itu mempengaruhi hubungan bilateral
kedua negara. Duta Besar Brasil di Jakarta sudah dipanggil pulang untuk
konsultasi," kata Dilma seperti dikutip dari BBC, Sabtu, 17 Januari
2015.
Menurut
Roussef, Marco adalah warga Brasil pertama yang dieksekusi di luar
negeri. Dia juga telah memperingatkan sebelumnya bahwa hukuman mati itu
akan merusak hubungan diplomatis kedua negara. (Baca: Dubes Brasil Ditarik dari Jakarta)
Marco
ditangkap pada 2003 setelah polisi di Jakarta menemukan 13,4 kilogram
kokain. Dalam sebuah video rekaman temannya, Marco mengaku menyesal
telah menyelundupkan narkoba ke Indonesia. "Tapi saya layak diberi
kesempatan. Setiap orang pernah melakukan kesalahan," katannya.
2. Belanda Tarik Duta Besar
Menteri Luar
Negeri Belanda Bert Koenders mengatakan telah menarik duta besarnya di
Jakarta setelah Indonesia mengeksekusi mati warga mereka, Ang Kiem Soei.
"Ini hukuman kejam dan tidak manusiawi," kata Bert Koenders seperti
dikutip dari Reuters, Sabtu, 17 Januari 2015. "Hukuman ini tidak dapat
diterima oleh martabat dan integritas kemanusiaan."
Sebelum
eksekusi, pengacara Soei mengatakan bahwa kliennya menghargai upaya
pemerintah Belanda untuk memohon grasi kepada pemerintah Indonesia,
meski gagal. Soei, kata pengacara tersebut, juga berkata akan berdiri di
hadapan regu tembak tanpa penutup mata. (Baca: Belanda Tarik Dubes dari Jakarta)
Ang Kim Soei
alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommy Wijaya dijuluki raja ekstasi.
Ia dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang pada 2003.
Hakim menyatakan, Soei terbukti memproduksi psikotropika golongan satu
dan mengedarkannya secara terorganisasi.
3. Australia Bujuk Jokowi
Perdana
Menteri Australia Tony Abbott telah mengajukan permintaan langsung ke
Presiden Indonesia Joko Widodo untuk membatalkan rencana eksekusi mati
dua warga negaranya.
Jokowi
diminta mengampuni dua anggota Bali Nine yang divonis hukuman mati pada
2006, Myuran Sukamaran dan Andrew Chan. Keduanya ditangkap dan terbukti
menyelundupkan heroin seberat 8,2 kilogram dari Bali ke Australia pada
17 April 2005. (Baca: Abbott Bujuk Jokowi Batalkan Eksekusi Bali Nine)
Sukamaran dan
Chan bukan kelompok pertama atau bagian dari enam terpidana mati yang
menjalani eksekusi pada dini hari tadi. Tapi nasib Sukamaran cukup
jelas karena telah masuk dalam 16 orang dari 64 terpidana mati yang
permohonan grasinya resmi ditolak Jokowi.
TIM TEMPO
Posting Komentar untuk "Presiden Jokowi Dimusuhi Tiga Negara"