Teori Ilmiah Tentang Patah Hati
MOHHAMMADNOER.COM - Memiliki hubungan yang indah lalu tiba-tiba berpisah akibat pasangan berkhianat adalah hal yang menyakitkan. Jantung terasa seperti diremas, dunia terasa gelap. Semua serba salah. Bukan hanya hati Anda yang terasa luka, tubuh pun ikut nyeri dan ngilu di berbagai tempat. Apa yang sebenarnya terjadi?
Secara teori, hati tidak mungkin patah. Semua rasa sakit yang Anda rasakan, ditambah pudarnya keinginan untuk beraktivitas dan hanya ingin mengasihani diri sendiri, sebenarnya bersumber di kepala.
Alasannya, secara alami, otak manusia tidak menyukai penolakan. Saat Anda dikhianati atau mengalami penolakan, area otak yang merespons sama dengan area yang akan terstimulasi ketika mengalami sakit secara fisik.
Kesimpulan tersebut didapatkan psikiater Dr Marcelle Stastny, dalam sebuah penelitian. Dengan kata lain, otak mengatakan pada tubuh, penolakan dan pengkhianatan itu menyakitkan. Sebaliknya, saat Anda jatuh cinta, otak memerintahkan tubuh mengeluarkan dopamin dan oksitosin, dua hormon yang memberikan rasa bahagia.
“Di sisi lain, saat perasaan cinta itu hilang, persediaan dopamin dan oksitosin dalam tubuh menyusut dan membuat otak lebih banyak memproduksi hormon penyebab stres, seperti kortisol,” terang Statsny, dilansir Health24.
Dalam keadaan normal, otak mengeluarkan hormon stres sebagai “bahan bakar” mengatasi keadaan darurat atau mengancam, yang akan membuat tubuh bekerja lebih cepat dan reaktif. Namun, di sisi lain, organ yang memproduksi hormon stres tersebut tidak bisa membedakan rangsangan yang mengancam secara fisik atau emosional. Padahal, ancaman emosional, seperti patah hati, umumnya bertahan lebih lama daripada ancaman fisik.
Imbasnya, otak akan terus-menerus memproduksi hormon kortisol dan membuat tubuh mengakumulasi hormon stres tersebut. Hal ini, bisa berbahaya bagi kesehatan. Tingkat hormon kortisol yang tinggi dalam tubuh, akan membuat otak mengirim lebih banyak darah ke otot untuk bersiap menghadapi aksi cepat. Padahal, Anda tidak bersiap untuk berkelahi atau berolahraga.
Hasilnya, otot tubuh membengkak dan Anda merasakan nyeri di semua tempat. Di sisi lain, otot yang tegang, menyebabkan Anda sakit kepala dan kaku leher. Ketegangan itu juga membuat dada Anda terasa seperti diremas. Kortisol juga mengalihkan aliran darah dari sistem pencernaan, membuat perut Anda mulas dan tidak nyaman.
Selain itu, berlimpahnya hormon stres dalam tubuh juga menekan sistem kekebalan, yang menjadikan tubuh rawan terkena infeksi.
“Kesimpulannya, saat patah hati, tubuh mengalami reaksi yang sama seperti ketika Anda sedang stres,” terang Statsny.
Lalu bagaimana cara mengatasi patah hati? Statsny mengatakan, jawabannya sama seperti Anda mengatasi stres.
“Mengonsumsi makanan kaya vitamin B bisa mengurangi kadar kortisol dalam tubuh, begitu juga dengan aktivitas menenangkan seperti meditasi,” kata Statsny.
Olahraga juga bisa menjadi sarana pengalih perhatian yang efektif, karena olahraga berarti membuat tubuh bisa mengurangi tingkat kortisol dan merangsang otak memproduksi lebih banyak endorfin.
“Hindari mengunci diri dalam kamar dan mengenang masa-masa indah. Hal itu justru membuat tubuh lebih stres dan memperburuk kesehatan,” ujar Statsny.
Sumber: VIVA.CO.ID
Secara teori, hati tidak mungkin patah. Semua rasa sakit yang Anda rasakan, ditambah pudarnya keinginan untuk beraktivitas dan hanya ingin mengasihani diri sendiri, sebenarnya bersumber di kepala.
Alasannya, secara alami, otak manusia tidak menyukai penolakan. Saat Anda dikhianati atau mengalami penolakan, area otak yang merespons sama dengan area yang akan terstimulasi ketika mengalami sakit secara fisik.
Kesimpulan tersebut didapatkan psikiater Dr Marcelle Stastny, dalam sebuah penelitian. Dengan kata lain, otak mengatakan pada tubuh, penolakan dan pengkhianatan itu menyakitkan. Sebaliknya, saat Anda jatuh cinta, otak memerintahkan tubuh mengeluarkan dopamin dan oksitosin, dua hormon yang memberikan rasa bahagia.
“Di sisi lain, saat perasaan cinta itu hilang, persediaan dopamin dan oksitosin dalam tubuh menyusut dan membuat otak lebih banyak memproduksi hormon penyebab stres, seperti kortisol,” terang Statsny, dilansir Health24.
Dalam keadaan normal, otak mengeluarkan hormon stres sebagai “bahan bakar” mengatasi keadaan darurat atau mengancam, yang akan membuat tubuh bekerja lebih cepat dan reaktif. Namun, di sisi lain, organ yang memproduksi hormon stres tersebut tidak bisa membedakan rangsangan yang mengancam secara fisik atau emosional. Padahal, ancaman emosional, seperti patah hati, umumnya bertahan lebih lama daripada ancaman fisik.
Imbasnya, otak akan terus-menerus memproduksi hormon kortisol dan membuat tubuh mengakumulasi hormon stres tersebut. Hal ini, bisa berbahaya bagi kesehatan. Tingkat hormon kortisol yang tinggi dalam tubuh, akan membuat otak mengirim lebih banyak darah ke otot untuk bersiap menghadapi aksi cepat. Padahal, Anda tidak bersiap untuk berkelahi atau berolahraga.
Hasilnya, otot tubuh membengkak dan Anda merasakan nyeri di semua tempat. Di sisi lain, otot yang tegang, menyebabkan Anda sakit kepala dan kaku leher. Ketegangan itu juga membuat dada Anda terasa seperti diremas. Kortisol juga mengalihkan aliran darah dari sistem pencernaan, membuat perut Anda mulas dan tidak nyaman.
Selain itu, berlimpahnya hormon stres dalam tubuh juga menekan sistem kekebalan, yang menjadikan tubuh rawan terkena infeksi.
“Kesimpulannya, saat patah hati, tubuh mengalami reaksi yang sama seperti ketika Anda sedang stres,” terang Statsny.
Lalu bagaimana cara mengatasi patah hati? Statsny mengatakan, jawabannya sama seperti Anda mengatasi stres.
“Mengonsumsi makanan kaya vitamin B bisa mengurangi kadar kortisol dalam tubuh, begitu juga dengan aktivitas menenangkan seperti meditasi,” kata Statsny.
Olahraga juga bisa menjadi sarana pengalih perhatian yang efektif, karena olahraga berarti membuat tubuh bisa mengurangi tingkat kortisol dan merangsang otak memproduksi lebih banyak endorfin.
“Hindari mengunci diri dalam kamar dan mengenang masa-masa indah. Hal itu justru membuat tubuh lebih stres dan memperburuk kesehatan,” ujar Statsny.
Sumber: VIVA.CO.ID
Posting Komentar untuk "Teori Ilmiah Tentang Patah Hati"