Nikmatnya Meneguk Hujan Turun di Tengah Kepungan Asap
mohhammadnoer.com - Kabut asap bukanlah sesuatu yang asing bagi masyarakat yang tinggal di Riau. Bagaimana tidak, hampir setiap tahun selalu saja muncul kabut asap yang disebabkan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Baik itu kebakaran yang disengaja atau pun tak disengaja.
Termasuk yang terjadi pada Agustus 2015 ini, kabut asap telah mengepung berbagai wilayah di Riau sejak beberapa pekan terakhir. Dalam kondisi seperti ini, hujan menjadi impian dan harapannya. Berbagai cara pun dilakukan, seperti shalat istiqah, water boombing dan juga melakukan modifikasi cuaca dengan cara membuat hujan buatan.
Upaya tersebut cukup membuat masyarakat menarik nafas lega. Pada hari Senin (03/08/15) kemarin, hujan pun turun di wilayah Pekanbaru dan Pelalawan. Lalu hari ini, Jumat (07/08/15) kembali lagi Pekanbaru diguyur hujan.
Udara segar pun kembali lagi bisa dinikmati paru-paru, karena kabut berhasil diusir sesaat. Yah, memang hanya sesaat karena masih besar kemungkinan terjadi karhutla kembali, mengingat musim kemarau masih berlangsung.
Dalam kondisi seperti ini, sudah sepatutnya warga Pekanbaru dan Pelalawan bersyukur karena cuaca yang mendukung. Tapi ini pun belum tentu dirasakan oleh seluruh masyarakat di Riau. Karena Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan hujan merata di wilayah Pekanbaru saja, bukan wilayah se-Riau.
Ini sebuah gambaran, betapa berharganya air hujan bagi masyarakat. Selain untuk menunjang sektor pertanian, hujan juga menjadi harapan untuk pemadaman api akibat karhutla. Baik itu berupa hujan alami maupun hujan buatan, hasil modifikasi cuaca.
* BPPT Buatkan Hujan untuk Riau
Meskipun hujan merupakan salah satu anugerah Yang Kuasa, namun kemajuan teknologi telah berhasil menemukan cara untuk memodifikasi hujan. Dengan menaburkan garam di udara atau dalam bahasa awam dikenal dengan sebutan bibit hujan.
Metode ini juga digunakan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk membuat hujan buatan di atas langit Riau. Proyek tersebut dilakukan bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan TNI Angkatan Udara.
Teknologi Modifikasi Cuaca atau TMC dilakukan dengan menyemaikan garam dapur atau Natrium Klorida (NaCl) di angkasa. Dilansir dari lama CNN.Indonesia, garam ini berukuran sangat kecil. Yakni antara 10 sampai dengan 50 mikron atau seukuran tepung.
Garam tersebut kemudian ditaburkan dari atas pesawat CN-295 milik TNI AngkatanUdara. Pesawat itu mengudara dari Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin, Pekanbaru.
"Tadi kami pantau mulai dari Rokan Hulu, Bengkalis, mutar ke Siak, Kabupaten Kampar, dan Kuantan Singingi,” ujar Koordinator TMC BPPT Djazim Syaifullah, Rabu (05/08/15) kemarin.
Berdasarkan pengamatan dari TMC BPPT, tutur Djazim, secara prinsip pertumbuhan awan bagus di beberapa tempat.
Ada sekitar delapan tabung berisi NaCl dengan bobot keseluruhan mencapai 2.400 kilogram. Garam-garam tersebut ditebarkan di atas langit dengan ketinggian sekitar sepuluh ribu kaki di atas Provinsi Riau. Dengan adanya upaya modifikasi cuaca ini, kabut asap yang diakibatkan oleh kebakaran lahan dan hutan dari pembalakan liar di Provinsi Riau bisa segera diatasi.
* Musim Hujan Diprediksi Mulai di Bulan November
Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Andi Eka Sakya di Jakarta menerangkan, saat ini Indonesia sedang berlangsung fenomena El Nino. Fenomena ini diprediksi akan menguat mulai Agustus hingga Desember 2015.
Dampak yang muncul antara lain musim kemarau yang makin panjang di berbagai wilayah di nusantara. Terusama di di sebelah selatan wilayah khatulistiwa. Fenomena El Nino ini juga dapat menyebabkan awal musim hujan 2015/2016 di beberapa daerah mengalami kemunduran.
"Musim hujan 2015/2016 di sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi akan mulai pada bulan November atau Desember," kata Andi.
Kondisi ini akan berakibat pada berbagai sektor. Pada sektor pertanian bisa menyebabkan gagal panen, lalu pada sektor kehutanan bisa menyebabkan lahan mudah terbakar. Termasuk di Riau yang memilih lahan gambut yang cukup luas.
Sedangkan pada sektor kesehatan, el nino bisa berdampak pada munculnya beberapa penyakit karena menurunnya ketersediaan air bersih.
El Nino merupakan salah satu bentuk penyimpangan iklim yang terjadi di Samudra Pasifik, tepatnya di pantai barat Ekuador dan Peru. Penyimpangan itu mengakibatkan perubahan pola angin serta curah hujan.
Dampak global El Nino membuat sebagian wilayah Asia seperti Indonesia dan sebagian wilayah Australia akan mengalami kemarau panjang. Sedangkan sebaliknya, Benua Amerika terutama bagian utara mengalami musim hujan cukup panjang.
Untuk wilayah Indonesia, fenomena El Nino menyebabkan curah hujan di sebagian wilayah Tanah Air berkurang. Fenomena El Nino akan membuat hawa menjadi panas, sungai-sungai mengering, sumur-sumur menjadi dangkal, pohon-pohon akan meranggas.
Hal yang harus diwaspadai saat kemarau panjang datang adalah kebakaran hutan. Di beberapa wilayah Indonesia sudah ada potensi ini. Diantaranya Sumatera Selatan dan Riau.
* Mengenal Fenomena Alam untuk Bersahabat dengannya
Bagi masyarakat awam, istilah fenomena alam merupakan sering kali dianggap sepele karena hanya muncul di berbagai pemberitaan.
Padahal, mengenal fenomena alam yang sedang melanda Indonesia penting agar kita pun bisa lebih bersahabat dengan alam. Misalnya pada saat el nino tengah melanda saat ini. Masyarakat bisa memahaminya dengan cerdas dan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti pernyataan Kepala BMKG Andi Eka Sakya, El Nino berpotensi menguat dengan puncak penguatan terjadi pada Agustus dan September. Oleh karena itu, disarankan agar masyarakat mampu berhemat dalam pemakaian air.
Begitu juga di wilayah Riau yang rawan dengan karhutla, masyarakat pun diimbau lebih aktif memperhatikan lingkungan sekitarnya. Apabila menemukan titik api sekecil apapun, sebaiknya segera dipadamkan secepatnya.
Begitu juga dengan pemakaian listrik, harus lebih berhati-hati jangan sampai terjadi konsleting listrik yang berakibat pada munculnya kebakaran. Langkah ini sangat penting agar kita pun mampu bersahabat dengan alam dan lingkungan.
Selanjutnya, setelah el nino usai, fenomena selanjutnya yang bisa terjadi adalah la nina. Pemahaman fenomena ini juga perlu dipahami agar masyarakat mampu mempersiapkan diri saat fenomena ini melanda.
Dilansir dari situs National Geographic, fenomena La Nina biasanya dikaitkan dengan periode ketika temperatur permukaan laut selatan Laut Pasifik di sekitar utara Australia, New Guinea, dan kepulauan Indonesia menurun.
La Nina menyebabkan sering terjadinya hujan dengan intensitas tinggi di daerah pasifik, seperti Indonesia dan Malaysia sehingga berpotensi memunculkan banjir.
Akan tetapi bisa juga dilihat dari sisi positifnya. Dengan mengetahui akan adanya la nina, maka menjadi kesempatan yang bagus untuk lebih dini merancang sistem irigasi dan draenase serta pengairan yang lainnya.
Tak kenal maka tak sayang, pepatah ini tepat untuk menggambarkan hubungan manusia dengan fenomena alam yang ada. Semakin baik kita mengenal fenomena alam, maka akan semakin sayang kita padanya karena telah mempersiapkan diri untuk menyambutnya. (ans/berbagai sumber)
Posting Komentar untuk "Nikmatnya Meneguk Hujan Turun di Tengah Kepungan Asap"