Kegalauan Pada Pemilihan Presiden 2019
Jakarta - Pemilihan Presiden 2019 tidak serta-merta berakhir setelah hari pemungutan suara pada 17 April 2019. Setelah sejumlah lembaga survei mengumumkan hasil hitung cepat atau quick count, muncul polemik.
Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tidak percaya hasil quick count sejumlah lembaga yang menempatkan rivalnya, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, lebih unggul. Mereka lebih percaya penghitungan internal dan mengklaim kemenangan Prabowo-Sandiaga.
Kegalauan muncul disaat sekarang ini dikarnakan dua kubu saling mengaku menang
pada pilpres 2019 ini dan ditambah lagi dengan hasil quick count sekarang ini.
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, perkara itu sudah diputus di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan nomor putusan 50/PUU-XII/2014. Karena itu, Yusril menepis analisis tersebut berlaku pada Pilpres 2019, yang diikuti Jokowi dan Prabowo Subianto.
"Jangan lupa masalah di atas sudah diputus MK Tahun 2014. MK memutuskan kalau pasangan capres hanya 2, maka yang berlaku adalah suara terbanyak, tanpa memperhatikan sebaran pemilih lagi," kata Yusril kepada wartawan, Sabtu (20/4).
Yusril mengatakan ketentuan dalam poin itu berlaku jika pilpres diikuti lebih dari 2 pasangan calon. Jika syarat-syarat di atas belum terpenuhi, digelarlah pilpres putaran kedua. Barulah pada putaran kedua, pemenang ditentukan dengan raihan suara terbanyak.
"Sederhana saja. Kalau ada lebih dari dua pasangan, maka jika belum ada salah satu pasangan yang memperoleh suara seperti ketentuan di atas, pasangan tersebut belum otomatis menang. Maka ada putaran kedua. Pada putaran kedua, ketentuan di atas tidak berlaku lagi. Yang berlaku adalah yang mendapat suara terbanyak. Begitu juga jika pasangan sejak awal memang hanya dua, maka yang berlaku adalah suara terbanyak," katanya.
Posting Komentar untuk "Kegalauan Pada Pemilihan Presiden 2019"